Kisah Aladdin dan Jin Lampu (Iran)
Pada zaman dahulu tinggalah seorang anak lelaki bersama ibunya di negeri Persia. Anak itu bernama Aladdin, ia seorang pemuda yang baik hati. Suatu hari, seorang laki-laki dewasa mendekati Aladdin kala Aladdin sedang bermain. Ia kemudian menganggap Aladdin sebagai kemenakannya sendiri. Lalu lelaki itu mengajak Aladdin untuk ikut dengannya, pergi merantau. Setelah mendapat ijin dari sang ibu, Aladdin pun ikut persama paman tersebut pergi ke luar kota.
Hari berangkat pun tiba, setelah pamit dengan ibunya Aladdin bergegas pergi bersama sang paman. Dalam perjalanan, karena rute yang ditempuh sangat jauh, Aladdin pun mengeluh kelelahan kepada pamannya. Namun, ia malah dimarahi dan disuruh untuk mencari kayu bakar. Bahkan sang paman mengancam akan membunuh Aladdin jika tidak mematuhi perintahnya.
Singkatnya, Aladdin akhirnya sadar bahwa laki-laki itu bukan pamannya melainkan seorang penyihir. Si Penyihir itu kemudian menyalakan api dengan kayu bakar dan mulai mengucapkan mantera. Setelah mantra dibacakan, tiba-tiba tanah di depan menjadi berlubang seperti gua. Dalam lubang gua itu terdapat tangga sampai ke dasar.
Si penyihir kemudian menyuruh Aladdin untuk turun masuk ke gua tersebut. “Ayo turun kau Aladdin! Ambilkan aku lampu antik yang ada di dasar gua itu,” ucap Si Penyihir.
Aladdin pun menjawab, “Tidak… tidak… aku tidak mau turun, aku takut turun ke sana.” Sang paman penyihir kemudian mengeluarkan sebuah cincin dan memberikannya kepada Aladdin. “Ini adalah cincin ajaib, tenang saja kamu Aladdin, cincin ini akan melindungimu dari bahaya,” rayu Si Penyihir.
Meski takut, pada akhirnya Alddin mengikuti perintah paman penyihir. Ia kemudian menuruni tangga meski hatinya merasa takut. Setelah sampai di dasar ia menemukan pohon-pohon berbuah permata, la lalu mengambil buah permata dan lampu yang ada di sana, lalu Aladdin naik ke atas.
Saat Aladdin sudah hampir sampai ke mulut gua, ia melihat pintu lubang sudah tertutup sebagian. “Cepat Aladdin berikan lampu itu kepadaku!,” seru Si Penyihir. “Tidak bisa! Lampu ini akan kuberikan setelah aku keluar, jika kuberikan sekarang kau pasti akan menutup pintu gua,” jawab Aladdin. Aladdin takut jika ia hanya dijebak oleh Si Penyihir.
Aladdin tetap kukuh membawa lampu tersebut dalam tangannya sebelum paman penyihir membuka penutup pintu gua. Lama-lama Si Penyihir kehilangan kesabaran, ia pun segera menutup pintu gua dan meninggakan Aladdin sendirian. Aladdin pun terkurung di dalam lubang bawah tanah.
Aladdin terkurung di dalam gua, ia takut dan bingung bagaimana caranya agar ia bisa keluar dari gua itu. Ia berkata dalam hati, “Aku takut, aku ingin bertemu ibu.” Sembari berguman dalam hati, Aladdin menyatukan kedua tangannya dan mengusap- usap tangannya supaya tidak kedinginan.
Tiba-tiba saja, di sekelilingnya muncul asap membumbung. Bersamaan dengan itu muncul seorang raksasa menakutkan. Aladdin sangat ketakutan. “Maafkan saya Tuan, karena telah mengagetkan Tuan! Saya adalah Jin Cincin,” kata raksasa itu. Aladdin menjadi agak lega, kemudian ia meminta Jin Cincin untuk mengantarnya pulang. Jin Cincin pun menjawab, “Baiklah Tuan, naiklah Tuan ke punggungku dan kita akan segera pergi dari sini.”
Akhirnya Aladdin pun sampai ke rumah. Dalam waktu singkat, Aladdin sudah sampai di depan pintu. Lalu Jin Cincin pun berkata pada tuannya, “Sudah sampai T uan, nanti kalau tuan membutuhkan bantuan saya, tinggal gosok saja cincin tuan, saya pamit dulu tuan.” “Oke baiklah kalau begitu,” jawab Aladdin.
Kemudian Aladdin masuk ke rumah. Ia segera menceritakan semua hal yang di alaminya kepada ibunya. Ibunya pun jadi heran, “Mengapa ya Si Penyihir itu menginginkan lampu ini, padahal lampu ini sudah usang dan kotor?,” kata ibu Aladdin. Kemudian ibu aladdin membersihkan lampu itu. Tiba-tiba asap tebal muncul dari dalam lampu dan muncullah sesosok raksasa yang membuat ibu Aladdin kaget.
Jin Lampu lalu berkata, “Halo.. Nyonya… hamba Jin Lampu, mengapa Nyonya memanggil saya, apa yang Nyonya inginkan, silakan sebutkan saja.” Ibu Aladdin terbengong, namun Aladdin yang sudah pernah mengalami hal seperti itu kemudian memberi perintah, “Kami lapar, tolong siapkan makanan untuk kami.” Jin Lampu menjawab, “Maaf Tuan, saya hanya menuruti orang yang memegang lampu ajaib.”
Kemudian ibu Aladdin pun berkata, “ia anakku, perintahnya juga perintahku.” Jin Lampu pun kemudian mematuhi perintah ibu Aladdin dan segera menyuguhkan aneka makanan super lezat. “Sudah semua Nyonya, silahkan menikmati, jika ada perlu silahkan panggil saya kembali.” Setelah itu Jin Lampu pun masuk kembali ke lampu ajaib.
Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun pun berlalu. Kini Aladdin sudah menjadi lelaki dewasa. Pada suatu hari ia berjalan-jalan di pasar, saat di jalan lewatlah seorang putri raja yang cantik jelita, la sangat terpesona dan jatuh cinta kepada putri itu. Aladdin lalu pulang ke rumah dan menceritakan keinginannya kepada ibunya untuk memperistri putri raja. “Tenang… tenang anakku Aladdin, Ibu akan mengusahakannya,” kata ibu Aladdin.
Berselang beberapa hari, ibu Aladdin pergi ke istana raja dengan maksud melamar sang putri. Ia membawa barang-barang mewah berupa emas, permata, dan berlian. “Salam Baginda Tuan Raja, hamba Tuan ini memberikan hadiah untuk Baginda dan putri baginda dengan maksud melamar putri Baginda.” Melihat barang-barang mewah itu, Raja mengira bahwa ibu Aladdin adalah orang yang kaya raya dan terpandang. “Hem…, anakmu pasti seorang pangeran yang tampan, baiklah besok aku akan datang ke Istana kalian dan membawa serta putriku.” Setelah itu, Ibu Aladdin pun ijin pulang.
Sesampai di rumah, Ibu Aladdin segera menggosok lampu ajaib dan meminta Jin Lampu untuk membuatkan sebuah istana. Mereka kemudian pergi ke sebuah bukit, lalu dengan sekejap Jin Lampu membuatkan istana yang megah. Esok hari sang Raja dan putrinya datang berkunjung ke istana Aladdin. Melihat istana Aladdin yang besar dan megah, raja pun tanpa ragu menikahkan putrinya dengan Aladdin.
Kabar Aladdin dan istananya pun diketahui Si Penyihir yang melihat dari bola kristalnya. Si Penyihir sangat marah dan dengki, ia pun membuat rencana untuk mengambil lampu ajaib. Ia lalu pergi ke tempat Aladdin dan pura-pura menjadi seorang penjual lampu di depan Istana Aladdin. Ia berteriak-teriak bak pedagang profesional, “Lampu… lampu… ayo siapa yang mau beli… lampu… lampu bisa tukar juga, bawa lampu anda dan tukarkan dengan lampu baru di sini., ayo., ayo., cepat sebelum kehabisan,” teriak Si Penyihir merayu pembeli.
Saat itu Sang Putri melihat pedagang lampu tersebut, ia terpikir lampu milik Aladdin yang sudah usang, ia segera bergegas mengambilnya dan menukarkan dengan yang baru. Setelah lampu ajaib di tangan Si Penyihir, ia segera menggosoknya dan memerintahkan Jin Lampu untuk memboyong istana Aladdin beserta Sang Putri ke rumahnya.
Ketika Aladdin pulang, ia sangat terkejut karena istananya tidak ada. Lalu memanggil Jin Cincin dan bertanya kepadanya apa yang sudah terjadi. Jin Cincin menjawab, “Istana dan Sang Putri sudah dibawa penyihir tuan.” Aladdin pun meminta Jin Cincin untuk mengembalikan istananya namun Jin Cincin tidak bisa karena kekuatannya terbatas. “Maaf Tuan, tenaga saya tidaklah sebesar Jin Lampu, saya tidak sanggup membawa istana tuan kembali,” ujar Jin Cincin. “Baiklah kalau begitu aku yang akan mengambilnya. Tolong antarkan aku ke sana.” seru Aladdin.
Sesampainya di Istana, Aladdin menyelinap masuk mencari kamar tempat Sang Putri oikurung. Sang penyihir itu sendiri sedang tidur dan lampu ajaib ada di saku Si Penyihir. Dengan mengendap-endap Aladdin kemudian mengambil lampu ajaib itu.
Dengan segera, Aladdin menggosok lampu ajaib, “Jin Lampu segera singkirkan Si Penyihir ini,” teriak Aladdin. Mendengar teriakan Aladdin, Si Penyihir terbangun dan langsung bergegas menyerang Aladdin. Namun ia kalah cepat dengan gerakan Jin Lampu. Si Penyihir dengan segera dibanting oleh Jin Lampu hingga tewas.
Setelah itu, Aladdin dan permaisurinya kembali ke Persia. Kini mereka hidup bahagia sejahtera bersama ibunya. Aladdin pun mempergunakan sihir dari Jin Lampu untuk berbuat baik dan membantu orang-orang miskin.