Kisah Dua Pedagang (India)

Alkisah di desa Sultanpur India, ada dua orang pedagang keliling yang setiap hari menjajakan dagangannya. Kedua pedagang ini hidup bertetangga. Pedagang pertama bernama Ranjid, pedagang kedua bernama Akash. Di desa Sultanpur inilah Ranjid dan Akash mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Mereka menjual dagangan yang sama, yakni perkakas dari kuningan. Ranjid adalah pedagang yang jujur dan baik, sedangkan Akash sebaliknya ia memiliki sifat serakah.

Pada suatu hari Akash berkeliling menjual dagangannya. Ia lewat di sebuah rumah yang ditinggali seorang nenek tua bersama cucunya. Akash pun dipanggil oleh sang nenek. “Hai pedagang kemarilah,” panggil nenek tua. “Siap nek!… tunggu sebentar aku akan mendekat,” jawab Akash. “Silahkan dipilih nek… nenek butuh perkakas apa, piring, sendok, mangkuk, atau pun tempat minum? Semua harganya murah-murah nek,” lanjut Akash langsung menawarkan dagangannya.

“Tidak., tidak… aku mau menukarkan mangkuk tuaku ini, berapakah harga mangkukku ini? Bisakah dengannya aku mendapatkan perkakas baru?” kata sang nenek. Akash sejenak melihat mangkuk tua milik nenek itu, ia perhatikan dengan seksama. Betapa terkejutnya Akash, karena ternyata mangkuk tua milik sang nenek itu terbuat dari emas. “Kenapa nenek ini mau menukarkan mangkuk emas ini dengan barang kuningangku ya? Mungkin si nenek tidak tahu jika mangkuknya ini adalah mangkuk emas,” gumam Akash dalam hati.

Maka timbulah dipikiran niat jahat sang pedagang tamak ini terhadap nenek tua itu. Akash mau mendapatkan untung sebanyak-banyaknya, “Nek… mangkukmu ini sudah terlalu usang dan tidak ada harganya, kalau nenek mau bisa ditukar dengan sendok saja,” kata Akash. Akash berniat mengibuli sang nenek. “Ah… masak tidak ada mangkuk yang murah yang bisa ditukar dengan mangkukku ini,” balas nenek. “Benar nek, itu cuma
seharga sendok ini saja,” jawab Akash. “Ya sudahlah tidak jadi aja, akan kusimpan saja dulu mangkuk usang ini,” kata nenek sambil berjalan masuk rumah.

“Lho mau kemana tuh nenek,” kata Akash dalam hati. “Eh tunggu nek.. tunggu jadi tukar tidak… baiklah mangkuk itu bisa ditukar dengan mangkuk baru,” teriak Akash agar nenek kembali. Namun nenek sudah terlanjur malas. “Tidak jadi aja, besok aja… cucuku sudah keburu lapar, aku mau membuatkan makanan untuk cucuku,” jawab nenek langsung masuk dan menutup pintu rumah.

“Ah… sial! Gagal usahaku untuk dapat mangkuk emas itu,” kata Akash. “Baiklah besok aku akan ke sini lagi, akan kurayu nenek itu agar aku bisa mendapat mangkuk emas itu he he he,” lanjut Akash. Akash lalu mendorong gerobak dagangannya dan me­lanjutkan berkeliling untuk berjualan lagi.

Kemudian sore harinya, giliran Ranjid yang lewat depan rumah nenek tua tadi. “Perabotan., perabotan… mari mari dibeli… perabotan perabotan,” teriak Ranjid mena­warkan barang dagangannya. Nenek tua tadi keluar, “Hai pedagang, aku punya mangkuk tua, berapa harga mangkuk ini? Bisakah aku mendapatkan perabotan baru dengan menukarkan mangkukku ini?” tanya nenek tua.

Ranjid pun kemudian memeriksa mangkuk itu. Ia pun terkejut karena sebenarnya mangkuk ini sangat mahal harganya, mangkuk itu termasuk barang antik yang terbuat dari emas namun si nenek tidak mengetahuinya. Ranjit kemudian bilang ke nenek tua itu, “Nek… saya tidak mampu membayarnya, mangkuk ini sangat mahal harganya, ini adalah mangkuk kuno yang terbuat dari emas nek…. bahkan semua daganganku jika aku tukar dengan mangkuk ini tidak akan cukup,” jelas Ranjid kepada nenek.

Tetapi sang nenek tua berkata, “Ambillah mangkuk tua ini dan bayarlah dengan apa yang kamu miliki, ini adalah mangkuk warisan dari suamiku… aku tidak membutuhkan mangkuk ini, aku butuh barang-barang lain,” kata sang nenek. “Tapi nek, jika nenek menjual mangkuk ini ke kota, pastilah nenek akan mendapat uang yang sangat banyak sedangkan barang daganganku tak seberapa harganya,” kata Ranjid. Nenek pun berkata, “Ah sudahlah., aku sudah tua, aku tak mampu berjalanjauh ke kota, lagi pula aku mempunyai cucu yang masih kecil, kasihan jika ku ajak ia jalan. Ini ambillah mangkukku dan berikan apa pun dari barangmu,” jawab nenek. Ranjid pun kemudian menerima mangkuk itu dan memberikan semua dagangannya ke nenek tua.

Esoknya, Akash lewat lagi ke depan rumah nenek itu. Ia berniat membeli mangkuk itu dengan harga murah. Namun hasilnya nol! Karena nenek sudah tidak memiliki mangkuk itu. Pedagang Akash yang tamak pun akhirnya tidak mendapat apa-apa.

Sementara itu, Ranjid kemudian membawa mangkuk emas itu ke kota dan men­jualnya. Tak disangka, ternyata mangkuk itu sangat mahal harganya. Hasil penjualan mangkok tersebut kemudian ia gunakan untuk membuka toko perkakas, tak lupa sesekali Ranjid mengunjungi nenek tua itu dan memberikannya perabotan-perabotan baru. Ranjid pun kini menjadi pengusaha toko yang sukses karena kejujurannya, sedangkan nasib Akash tidak berubah, ia tetap menjadi pedagang keliling.