Kisah Seorang Pemuda Mencuri Harta Karun Raksasa (Skandinavia)

Alkisah pada zaman dahulu kala hiduplah seorang petani yang memiliki tiga orang putra.

Dua orang putra yang lebih tua, selalu diminta Pak Tani pergi bersamanya ke ladang dan ke hutan, untuk membantunya dalam pekerjaan.

Tetapi si anak bungsu tetap di rumah untuk membantu ibunya.

Hal itu membuat kedua saudara tertuanya iri dan membenci adik bungsu mereka.

Dan kapan pun mereka punya kesempatan, mereka memperlakukan adik bungsunya dengan buruk.

Akhirnya ayah dan ibu mereka meninggal, dan kedua anak laki-laki tertua membagi harta keluarga di antara mereka.

Seperti yang kita duga, para kakak laki-laki mengambil semua yang berharga untuk diri mereka sendiri, tidak meninggalkan apa pun untuk putra bungsu kecuali bak tua yang sudah retak, yang menurut mereka tidak berharga untuk dimiliki.

“Bak tua,” kata salah satu bersaudara, “sangat cocok untuk adik kita, karena dia selalu mengaduk makanan untuk hewan ternak.”

Si anak bungsu sebenarnya menyadari bahwa bak tua yang diberikan kepadanya adalah sebuah benda yang buruk untuk sebuah warisan, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Dia sekarang menyadari bahwa tidak ada gunanya tinggal di rumah, jadi dia mengucapkan selamat tinggal kepada saudara-saudaranya, dan pergi ke mencari peruntungannya.

Saat tiba di tepi danau, dia mengubah bak tua miliknya menjadi perahu kecil.

Kemudian dia menemukan dua tongkat, dan menggunakannya sebagai dayung.

Ketika dia telah menyeberangi danau, dia melihat kerajaan dengan istana yang besar.

Dia mendayung menuju kerajaan dan memasukinya.

Setelah masuk kedalam kerajaan, dia meminta untuk berbicara dengan raja yang berkuasa.

Raja ingin tau siapa dirinya dan apa maksud tujuan kunjungannya.

“Saya,” kata anak laki-laki itu, “saya adalah putra seorang petani miskin, dan yang saya miliki di dunia ini hanyalah bak tua. Tujuan saya datang ke sini adalah untuk mencari pekerjaan.”

Raja tertawa ketika mendengar ini.

“Memang,” katanya, “Kamu tidak memiliki apapun, tetapi keberanian dan kejujuran akan membawa keberuntungan.”

Sang raja mengangkat anak laki-laki itu menjadi salah satu pelayannya, dan segera dia menjadi pelayan kesukaan raja karena keberanian dan kejujurannya.

Raja hanya memiliki seorang putri, yang begitu cantik dan pintar sehingga dia menjadi bahan pembicaraan di seluruh kerajaan.

Banyak pangeran maupun panglima kerajaan lain datang untuk melamar sang Putri.

Namun sang putri, menolak mereka semua.

Dia mengatakan bahwa tidak ada yang boleh menjadikannya sebagai istri, kecuali laki-laki yang membawa hadiah pernikahan berupa empat benda berharga milik seorang raksasa yang tinggal di seberang danau.

Keempat harta itu adalah pedang emas, tiga ayam emas, lentera emas, dan harpa emas.

Banyak putra raja dan pangilma perang mencoba untuk mendapatkan syarat dari sang putri, tetapi tidak satupun dari mereka yang kembali.

Hal itu karena si raksasa menangkap mereka semua dan memakannya.

Raja sangat sedih, karena dia khawatir putrinya tidak akan pernah mendapatkan jodoh, sehingga dia tidak akan memiliki menantu laki-laki yang akan menggantikan posisinya sebagai Raja.

Putra bungsu ketika mendengar persyaratan dari sang putri berpikir, bahwa mungkin ada baiknya dia mencoba mendapatkan putri raja yang cantik.

Jadi suatu hari dia datang menghadap raja, untuk mengutarakan keinginannya.

Awalnya sang raja marah saat mendengarnya, “Apakah kamu pikir, kamu yang hanya seorang pelayan, dapat melakukan apa yang telah gagal dilakukan oleh para putra raja dan panglima perang?”

Putra bungsu bagaimanapun sudah membulatkan tekadnya, dia tetap meminta sang raja untuk memperbolehkannya pergi.

Akhirnya raja, setelah lebih tenang, memberinya izin. “Tapi,” katanya, “kamu akan kehilangan nyawamu, dan aku akan menyesal karena keilangan pelayan yang paling aku sayangi.”

Setelah itu mereka berpisah.

Putra bungsu pergi ke tepi danau, dan, setelah menemukan bak tuanya, dia memeriksanya dengan saksama.

Dia masuk ke dalamnya, mendayung menyeberangi danau, dan datang ke tempat tinggal raksasa itu.

Setelah sampai, dia bersembunyi, dan bermalam di sana.

Pagi-pagi sekali, sebelum hari terang, raksasa itu pergi ke lumbung, dan mulai bekerja, membuat suara yang begitu keras sehingga gunung-gunung di sekelilingnya bergetar.

Ketika putra bungsu mendengar hal ini, dia mengumpulkan beberapa batu dan menaruh di kantongnya.

Kemudian dia naik ke atap lumbung dan membuat lubang kecil agar dia bisa melihat ke dalam.

Dia melihat si raksasa membawa pedang emas ajaib dipinggangnya.

Putra bungsu mendengar bahwa pedang itu adalah pedang ajaib yang akan berbunyi jika pemiliknya sedang marah.

Sementara raksasa itu sibuk bekerja, putra bungsu melemparkan batu kecil yang mengenai pedang, dan menyebabkannya bunyi berdentang.

“Kenapa kamu pedang?” kata raksasa itu. “Aku tidak marah.”

Dia kemudian melanjutkan pekerjaanya, tapi saat berikutnya pedang itu berdentang lagi.

Sekali lagi raksasa itu melanjutkan pekerjaannya, dan pedangnya bergemerincing untuk ketiga kalinya.

Raksasa itu menjadi sangat marah sehingga dia melepaskan ikat pinggangnya, dan melemparkan pedang emasnya keluar dari pintu gudang.

“Diamlah di sana,” katanya, “sampai aku selesai bekerja.”

Putra bungsu tidak menunggu lebih lama, dia lalu menyelinap turun dari atap sambil memegang pedang, berlari ke perahunya, dan mendayung menyeberangi dananu.

Saat mencapai sisi lain dia menyembunyikan hartanya, dan sangat gembira atas keberhasilan petualangannya.

Keesokan harinya dia mengisi kantongnya dengan jagung, meletakkan seikat kulit pohon di kapalnya, dan sekali lagi berangkat ke tempat tinggal si raksasa.

Dia berbaring bersembunyi untuk beberapa saat, dan kemudian dia melihat tiga ayam emas raksasa berjalan di sekitar pantai. Bulu ayam-ayam itu berkilau indah di bawah sinar matahari yang cerah.

Dia segera mendekati ayam-ayam itu, dan mulai dengan lembut memimpin mereka dengan menyebarkan jagung yang dibawanya.

Secara bertahap ayam-ayam emas itu masuk kedalam perahu milik putra bungsu, yang segera membawa mereka ke seberang danau.

Hari ketiga dia memasukkan beberapa gumpalan garam ke dalam kantongnya, dan sekali lagi mendayung menyeberangi danau.

Saat malam tiba, dia memperhatikan bagaimana asap mengepul dari tempat tinggal raksasa, dan menyimpulkan bahwa istri raksasa itu sedang sibuk menyiapkan makanan.

Dia merangkak naik ke atap, dan melihat ke bawah melalui lubang tempat asap keluar, melihat panci besar yang berisi bubur mendidih di atas api.

Kemudian dia mengeluarkan gumpalan garam dari kantongnya, dan melemparkannya satu per satu ke dalam panci.

Setelah melakukan ini, dia merangkak turun dari atap, dan menunggu untuk melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.

Segera setelah istri raksasa itu mengangkat panci dari api, menuangkan bubur ke dalam mangkuk, dan menaruhnya di atas meja.

Saat malam mulai larut si Raksasa pulang dengan kelaparan karena telah bekerja di lumbung.

Dia langsung menyantap bubur yang tersaji.

Saat itulah dia kaget karena mulutnya dipenuhi rasa asin luar biasa.

Dia menjadi sangat marah, dan bangun dari tempat duduknya.

Awalnya istri raksasa membela diri dan mengatakan bahwa bubur itu pasti enak; tetapi raksasa itu menyuruhnya mencicipinya sendiri.

Istri raksasa melakukannya, dan mengetahui bahwa masakannya sangat tidak enak.

Dia harus segera membuat bubur baru untuk meredakan amarah dari suaminya.

Jadi dia mengambil lentera emas dari dinding, dan pergi secepat yang dia bisa ke sumur untuk mengambil air.

Dia meletakkan lentera di sisi sumur, dan membungkuk untuk mengambil air, saat itulah putra bungsu berlari ke arahnya, dan, mendorong istri raksasa ke dalam sumur.

Dia mengambil lentera emas itu, lari secepat yang dia bisa ke perahunya, dan mendayung menyeberangi danau dengan aman.

Raksasa itu duduk lama bertanya-tanya mengapa istrinya pergi begitu lama.

Akhirnya dia pergi mencarinya, tetapi tidak menemukannya.

Kemudian dia mendengar suara percikan di dalam sumur, dan menemukan istrinya ada di dalam sumur.

Si Raksasa dengan susah payah mengangkat istrinya keluar dari sumur.

“Di mana lentera emas saya?” itu adalah hal pertama yang ditanyakan raksasa.

“Aku tidak tahu,” jawabnya. “Seseorang melemparkanku ke dalam sumur.”

Raksasa itu sangat marah dengan ini.

“Tiga dari hartaku,” katanya, “telah hilang, dan sekarang hanya tersisa harpa emasku. Tetapi, siapa pun pencurinya, dia tidak akan mendapatakannya; aku akan menyimpannya di bawah dua belas kunci.”

Sementara itu putra bungsu bersuka cita karena dia telah berhasil mendapatkan tiga harta milik raksasa.

Namun, tugas yang paling sulit masih harus diselesaikan, dan untuk waktu yang lama dia memikirkan bagaimana dia bisa mendapatkan harpa emas.

Akhirnya dia memutuskan untuk mendayung ke tempat raksasa itu dan melihat apakah keberuntungan akan berpihak kepadanya.

Dia mendayung dan pergi ke tempat persembunyian.

Namun ternyata Raksasa itu,telah berjaga-jaga, dan telah melihatnya.

Raksasa segera bergegas maju dengan amarah yang mengerikan dan menangkap putra bungsu. “Jadi akhirnya aku menangkapmu, dasar manusia nakal. Kaulah yang mencuri pedangku, tiga ayam emasku, dan lentera emasku.”

Putra bungsu sangat ketakutan, karena menurutnya ajalnya akan segera tiba.

“Selamatkan hidupku, Ayah,” katanya berdoa, “dan aku tidak akan pernah datang ke sini lagi.”

“Tidak,” jawab raksasa itu, “Aku akan melakukan hal yang sama denganmu seperti yang lainnya. Tidak ada yang lolos dari tanganku.”

Dia kemudian memasukan putra bungsu ke dalam kandang, dan memberinya makan dengan kacang-kacangan dan susu manis, agar dia menjadi persiapan yang baik dan gemuk untuk dimakan.

Anak laki-laki sekarang menjadi seorang tahanan, tetapi dia makan dan minum untuk membuatnya kuat.

Setelah beberapa waktu, raksasa itu ingin mengetahui apakah tahanannya cukup gemuk untuk dibunuh.

Jadi dia pergi ke kandang, membuat lubang kecil di dinding, dan menyuruh putra bungsu memasukkan jarinya ke dalamnya.

Putra bungsu tahu apa yang diinginkan si raksasa; jadi alih-alih menjulurkan jarinya, dia malah masukan ranting kecil.

Raksasa itu memotong ranting itu, dan mengunyahnya.

Kemudian dia berpikir bahwa putra bungsu pasti sangat kurus karena dagingnya sangat keras, jadi dia memberikan lebih banyak susu dan kacang-kacangan untuk diberikan kepadanya.

Beberapa waktu kemudian, raksasa itu mengunjungi kandang lagi, dan memerintahkan putra bungsu untuk memasukkan jarinya ke dalam lubang di dinding.

Putra bungsu karena merasa tubuhnya sudah lebih kuat, sekarang menjulurkan batang kubis, dan raksasa itu, setelah memotongnya dengan pisaunya, menyimpulkan bahwa anak laki-laki itu pasti cukup gemuk, dagingnya tampak begitu lembut.

Keesokan paginya raksasa itu berkata kepada istrinya.” Tahanan kita tampaknya sudah cukup gemuk sekarang, keluarkan dia dan panggang dia di oven, sementara aku pergi dan mengajak kerabat kita ke pesta.”

Istrinya berjanji untuk melakukan apa yang diperintahkan suaminya.

Jadi, setelah memanaskan oven, dia menyeret keluar putra bungsu untuk memanggangnya.

“Duduk di sekop,” katanya, agar dengan mudah dia bisa memasukan putra bungsu kedalam oven.

Putra bungsu melakukannya, tetapi ketika wanita tua itu mengangkat sekop, anak laki-laki itu selalu jatuh.

Mereka melakukannya berkali-kali.

Akhirnya raksasa perempuan itu marah.

Namun putra bungsu membela diri bahwa dia tidak tahu cara duduk diatas sekop.

“Lihat aku,” kata wanita itu, “akan kutunjukkan padamu.”

Jadi dia duduk di atas sekop, menekuk punggungnya dan menarik lututnya.

Tidak lama setelah dia duduk, putra bungsu, meraih pegangannya, memasukan istri raksasa ke dalam oven dan membanting pintunya.

Kemudian dia mengambil jubah bulu istri raksasa, mengisinya dengan jerami, dan meletakkannya di atas tempat tidur.

Dia lalu mengambil sekumpulan kunci milik si raksasa, dia membuka tempat penyimpanan dengan kedua belas kunci itu, mengambil harpa emas, dan lari ke perahu, yang telah dia sembunyikan di antara pohon-pohon di pantai.

Beberapa saat kemudian raksasa pulang.

“Di mana istri saya?” kata dia. “Tidak diragukan lagi dia telah berbaring untuk tidur sebentar. Ah! Dasar pemalas.”

Karena di tunggu cukup lama, istinya tidak bangun.

Si raksasa masuk kedalam ruang tidur, untuk membangunkan istrinya.

“Bangun,” teriaknya, tapi tidak ada yang menjawab.

Dia berteriak lagi, tetapi tidak ada jawaban.

Dia marah, dan mengibaskan jubah bulu itu dengan kasar.

Barulah dia menemukan bahwa itu bukan istrinya, tetapi hanya seikat jerami yang dimasukkan ke dalam pakaiannya.

Mengenai hal ini, raksasa itu menjadi khawatir, dan dia lari untuk melihat harpa emasnya.

Dia menemukan kuncinya hilang, dua belas pintu telah dibuka, dan harpa hilang.

Dia pergi ke oven dan membuka pintu untuk melihat apakah daging untuk pesta sudah siap.

Melihat! di sana duduk istrinya, dalam kondisi terpanggang.

Raksasa itu hampir menjadi gila karena kesedihan dan amarah.

Dia bergegas keluar untuk mencari pemuda yang telah melakukan semua itu padanya.

Dia pergi ke tepi danau dan menemukan putra bungsu sedang duduk di bak tua di tengah danau, sedang bermain harpa.

Musik mengalir di atas air, dan senar emas bersinar indah di bawah sinar matahari.

Raksasa itu melompat ke dalam air untuk menangkap putra bungsu, karena marah, dia lupa jika dia tidak bisa berenang.

Karena danau sangat dalam, lama kelamaan si raksasa tenggelam di dalam danau.

Putra bungsu setelah mengetahui bahwa raksasa itu telah mati, dia mendayung bak tuanya menuju kerajaan, dengan penuh kegembiraan dan kebahagiaan.

Ketika dia tiba di darat, dia mengenakan pakaian bagus, mengikat pedang emas raksasa di sisinya, dan, mengambil harpa emas di satu tangan dan lentera emas di tangan lainnya, dia memimpin unggas emas mengejarnya.

Putra bungsu pergi ke raja, yang sedang duduk di aula besar istana dikelilingi oleh para pejabat kerajaan.

Ketika raja melihat Putra bungsu, dia sangat senang.

Putra bungsu mendatangi putri raja yang cantik, memberi hormat dengan sopan, dan meletakkan harta raksasa itu di hadapannya.

Lalu ada kegembiraan besar di istana, bahwa sang putri akhirnya mendapatkan harta raksasa dan mempelai pria yang begitu berani dan tampan.

Pernikahan itu dirayakan segera setelahnya dengan kemegahan dan kegembiraan yang sangat besar;

Itulah buah dari kejujuran dan keberanian yang dimiliki oleh putra bungsu.