Legenda Naga (Kalimantan Selatan)
Pada jaman dahulu tersebutlah seorang lelaki bernama Nusa. Ia tinggal di sebuah rumah bersama istri dan adik lelakinya. Setiap hari Nusa bekerja menggarap sawah dan juga menangkap ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Suatu ketika terjadi kemarau yang amat panjang, mengakibatkan sungai dan mata air mengering. Beragam tanaman merenggas dan layu. Semua warga desa, termasuk Nusa merasa kesulitan menghadapi musim kemarau kali ini sebab tanaman di sawah mati, dan tak ada ikan di sungai yang surut airnya itu.
Nusa pun mengajak istri dan adiknya pindah ke daerah lain masih memiliki sumber air. Mereka bertiga kemudian berangkat menaiki sebuah perahu kecil menuju hilir sungai Rungan. Perjalanan tersebut cukup jauh dan makan waktu berharu-hari. Perbekalan mereka hampir habis. Nusa pun menepikan perahunya untuk masuk hutan bersama adiknnya, sementara istrinya menunggu di pinggir sungai.
Di tengah hutan, Nusa dan adiknya menemukan sebutir telur yang cukup besar. Mirip telur angsa namun ukurannya dua kali lebih besar. Ini pertama kali mereka melihat telur sebesar itu. Nusa kemudian membawanya kembali ke pinggir sungai, dan kemudian merebus telur itu. Istri dan adiknya menyarankan Nusa agar tidak makan telur itu sebab tidak tahu hewan apa yang bertelur sebesar itu. Namun, Nusa tetap bersikeras untuk memakannya.
Di tengah malam, Nusa terbangun dari tidurnya. Ia merasakan tubuhnya gatal luar biasa. Di sekujur tubuhnya juga terlihat bintik-bintik kemerah merahan. Nusa menggaruk bagian-bagian tubuhnya, namun tidak juga rasa gatal yang dirasakannya mereda. Segera dibangunkannya istri dan adiknya untuk membantunya menggaruk. Berbagai cara telah dilakukan, tetap juga rasa gatal yang dirasakan Nusa itu tidak juga berkurang. Adik Nusa yang kebingungan lantas mencari bantuan ke perkampungan terdekat.
Keesokan paginya tubuh Nusa mengalami perubahan yang sangat mengejutkan. Bintik-bintik berwarna kemerah-merahan di sekujur tubuh Nusa telah berubah menjadi sisik-sisik. Tubuh Nusa dari bagian perut hingga kaki telah juga memanjang hingga menyerupai bentuk naga. Hanya bagian wajah hingga dadanya saja yang masih menyerupai manusia. Dalam keadaan seperti itu Nusa pun berujar pada istrinya.
“Aku rasa, semua yang terjadi pada diriku ini bermula dari telur yang kumakan. Telur itu tentu telur naga. Sungguh, aku menyesal karena tidak mendengarkan nasihatmu. Namun, bagaimanapun halnya, penyesalanku tidak lagi berguna. Tuhan telah menakdirkan aku menjadi naga. Aku harus menerima takdirku ini”.
Istri Nusa hanya bisa bersedih hati mendapati kejadian yang menimpa suaminya. Sementara warga yang dimintai tolong adik Nusa akhirnya berdatangan. Mereka terheran-heran mendapati wujud Nusa tanpa bisa melakukan suatu tindakan apapun untuk menolong pemuda yang telah berubah menjadi naga tersebut.
Nusa lantas meminta agar tubuhnya yang telah berubah menjadi naga dengan panjang lebih dari tiga kali pohon kelapa itu digulingkan ke sungai. Ia tidak tahan dengan terik panas sinar matahari. Naga jelmaan Nusa itu lantas berenang menuju muara sungai, meninggalkan istri dan adiknya.
Naga Nusa terus berenang hingga sampai ke sebuah teluk. Ia pun memangsa ikan-ikan yang berada di teluk itu. Ikan-ikan yang berdiam di muara sungai itu menjadi cemas dengan kehadiran Nusa. Dengan nafsu makannya yang luar biasa, para ikan khawatir, Nusa akan memangsa mereka semua. Para ikan lantas bertemu dan berunding untuk mencari cara agar terbebas dam malapetaka yang diakibatkan Nusa itu. Ikan Saluang mengusulkan sebuah rencanan yang akhirnya disetujui oleh para ikan.
Ikan Saluang lalu menghampiri Nusa dan mengatakan bahwa di laut luas ada seekor naga besar yang hendak menantang Nusa. Katanya, “Tuan Naga, naga di laut itu ingin mengadu kesaktian dengan Tuan untuk membuktikan siapa naga terkuat.”
Nusa sangat geram mendengar laporan ikan saluang. “Seberapa besar naga di taut itu?” tanyanya.
“Sesungguhnya naga itu tidak sebesar Tuan Naga,” jawab ikan Saluang. “Namun keberaniannya sungguh luar biasa tinggi. Ia sangat terusik dengan kehadiran Tuan Naga. Menurut kabar yang saya dengar, naga itu tengah menuju ke sini untuk menyerang Tuan Naga!”
Bertambah-tambah kegeraman Nusa. Ingin segera didatanginya naga itu dan mengadu kekuatan dengannya. Namun, ikan Saluang menyarankan agar Nusa menunggu saja di muara.
“Hendaklah Tuan Naga menyimpan tenaga untuk menghadapi naga besar itu di tempat ini. Jika Tuan Naga mencarinya di laut luas, bisa jadi Tuan Naga akan kelelahan.”
Nusa setuju dengan saran ikan Saluang. Berhari-hari Nusa terus menunggu kedatangan naga besar dari laut dengan sikap waspada. Selama menunggu itu ia tidak berani tidur. Ia khawatir naga di laut itu akan menyerangnya ketika ia tengah tertidur. Namun karena telah berhari-hari tidak tidur, Nusa pun menjadi sangat mengantuk, dan akhirnya tertidur juga.
Ketika mengetahui Nusa tertidur, ikan Saluang mendekati ekor Nusa. Berteriaklah ia sekeras—kerasnya, “Bangun Tuan Naga! Musuhmu telah datang! Musuhmu telah datang!”
Nusa terperanjat mendengar teriakan ikan Saluang. Cepat ia memutarkan kepalanya. Gerakannya yang tiba-tiba itu membuat air sungai bergolak-golak. Ia menyangka bergolaknya air sungai itu disebabkan kedatangan musuhnya yang akan menyerangnya. Padahal, bergolaknya air itu disebabkan oleh gerakan ekornya sendiri. Nusa langsung menyerang. Digigitnya ekornya sendiri yang disangkanya musuhnya itu hingga ekornya terputus!
Nusa menjerit kesakitan ketika ekornya putus. Ikan Saluang segera memanggil ikan-ikan lainnya untuk menggigiti luka pada tubuh Nusa. Nusa yang tidak berdaya kian kesakitan akibat gigitan ikan-ikan itu. Kekuatan tubuhnya terus melemah dan ia pun akhirnya tewas setelah kehabisan darah. Seluruh ikan terus memangsa dagingnya hingga hanya tersisa tulang-belulang Nusa.
Tulang-belulang Nusa akhirnya tertimbun oleh lumpur dan tanah. Aneka pepohonan kemudian tumbuh di tempat itu hingga akhirnya terbentuk sebuah pulau. Warga menyebut pulau di muara sungai itu dengan nama Pulau Naga.
Pesan Moral: Kita sebaiknya selalu mendengarkan saran dan nasihat baik orang lain demi kebaikan diri kita sendiri. Orang yang keras kepala dengan mengabaikan saran kebaikan akan merasakan kerugian di kemudian hari.