Mentiko Betuah (Aceh)

Pada zaman dahulu kala, berdirilah sebuah kerajaan di wilayah Aceh, tepatnya di Simeulue. Kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang raja yang sangat menyayangi putranya. Putranya bernama Rohib. Rohib sangat dimanja oleh ayah ibunya. Segala keinginan Rohib selalu dikabulkan. Sang raja menyekolahkan anaknya ke sekolah terbaik yang berada di kota. Rohib yang tumbuh remaja masih membawa sifat manjanya, hingga akhirnya dia tidak dapat menamatkan belajarnya. Rohib yang manja pulang ke istana sebelum menamatkan belajarnya. Sikap Rohib membuat sang ayah menjadi kesal. Dia sudah tidak tahan dengan sikap Rohib yang manja. Sang raja naik pitam dan memutuskan agar Rohib dihukum gantung saja, karena tidak pantas meneruskan tampuk kepemimpinan kerajaan. Karena pertimbangan permaisuri, sang raja akhirnya hanya mengusir Rohib dari istana dengan berbekal uang untuk bertahan hidup.

Akhirnya Rohib dibuang ke luar istana. Dengan terpaksa Rohib pergi dari kampung ke kampung, mengembara tanpa tujuan. Terkadang Rohib tidur di bawah pohon, di gubuk kosong, atau rumah penduduk yang mau menerima keadaannya.

Waktu demi waktu berlalu, Rohib yang masih mengembara tidak tampak seperti anak yang berada. Rohib terlihat lusuh dengan baju seadanya. Ketika sedang dalam perjalanan, Rohib bertemu dengan beberapa anak yang menembak burung dengan ketapel.

Rohib tampak iba kepada burung yang menjadi korban kebiadaban anak-anak itu, sehingga menimbulkan kekesalan bagi Rohib kepada anak-anak tersebut.

“Hai sadaraku, janganlah kalian menembaki burung itu. Burung itu ingin hidup bebas, mereka juga berhak untuk hidup,” tegur Rohib.

“Siapa kamu ? berani-beraninya kamu menegur kami !” kata salah satu dari sekelompok anak itu.

“Jika kalian tidak menembak burung itu lagi, maka kalian akan aku beri uang,” Rohib lalu memberikan uang hasil perbekalan yang diberikan kedua orang tuanya.

Uang perbekalan itu akhirnya habis juga, setelah Rohib memberikannya kepada pengemis, penduduk yang bersedia menerima kehadirannya ketika Rohib ingin berteduh dan beristirahat di sebuah rumah, anak-anak yang membunuh burung dengan ketapel tadi, atau orang yang membutuhkan. Begitulah sikap Rohib, dia anak yang manja, namun memiliki kemuliaan hati dan bersikap santun kepada sesama.

Rohib tidak memiliki perbekalan lagi. Dia tidak tau harus beristirahat di mana. Hingga akhirnya dia kelelahan dan tertidur di bawah pohon rindang. Tidak lama kemudian, seekor ular besar datang menghampiri Rohib. Rohib yang saat itu tertidur pulas, tiba-tiba terbangun dengan suara gesekan dedaunan yang diakibatkan oleh kedatangan ular. Melihat ular besar berada di hadapannya, Rohib terperanjat dan berusaha melarikan diri. Namun sang ular tersebut berusaha menghentikan langkah Rohib dengan berkata layaknya seperti manusia.

“Jangan takut anak muda, saya adalah raja ular di hutan ini,” kata sang ular.

“Bbb.. baiklah…,” kata Rohib dengan wajah pucat pasi.

“Aku ingin bertanya, ada apa gerangan engkau berada di sini ?” tanya sang ular.

Rohib menceritakan kisahnya hingga akhirnya sampai di bawah pohon rindang itu. Mendengar penjelasan Rohib, sang ular kagum akan kebaikan Rohib yang membantu manusia dan makhluk hidup lainnya.

“Rohib, kamu adalah anak yang baik. Sebagai imbalan kebaikanmu, kamu akan kuberikan sebuah benda ini,” sang ular menjulurkan lidahnya. Dia memberikan sebuah benda kepada Rohib.

“Apa nama benda ini ?” tanya Rohib.

“Benda ini bernama Mentiko Betuah. Benda ini dapat mengabulkan apa saja yang engkau inginkan,” kata sang ular.

Akhirnya sang ular pamit dan Rohib tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih kepada sang ular. Rohib berharap agar benda tersebut dapat menjadikan ayahnya tidak murka lagi kepadanya.

“Hai Mentiko Betuah, aku minta uang yang banyak,” perintah Rohib.

Akhirnya munculah uang yang sangat banyak di hadapan Rohib. Rohib terlihat senang. Dia membawa uang tersebut untuk kembali kepada ayahnya di istana. Ketika sampai di istana, sang ayah merasa senang karena anaknya telah sukses dan membawa uang banyak.

“Mentiko Betuah ini membawa keberuntungan bagiku. Bagaimana kalau benda ini aku jadikan cincin, jadi benda ini dapat dibawa dengan mudah kemana saja aku pergi,” gumam Rohib.

Menurut cerita rakyat Aceh, Mentiko Betuah akhirnya dibawa Rohib kepada tukang pembuat cincin. Sang pembuat cincin yang tau dengan keajaiban Mentiko Betuah tersebut akhirnya membawa kabur benda tersebut. Ketika Rohib mengetahui bahwa Mentiko Betuah dibawa kabur oleh tukang pembuat cincin, dia mengutus ketiga temannya yaitu tikus, kucing dan anjing untuk mencari Mentiko Betuah tersebut.

Akhirnya, dari hasil pelacakan sang anjing, tukang pembuat cincin ditemukan tertidur di pinggiran sungai. Mentiko Betuah tersebut disembunyikan oleh si pembuat cincin ke dalam mulutnya. Untuk mengeluarkan Mentiko Betuah tersebut, sang kucing memasukan ekornya ke dalam lubang hidung si pembuat cincin. Si pembuat cincin itu bersin dan mengeluarkan Mentiko Betuah. Benda itu berhasil ditangkap oleh tikus tanpa pengetahuan anjing dan kucing. Si tikus hanya berkata behwa Mentiko Betuah jatuh ke dalam sungai. Anjing dan kucing akhirnya sibuk mencari benda itu hingga ke dasar sungai.

Mentiko Betuah yang dibawa tikus akhirnya diserahkan kepada Rohib. Rohib sangat senang atas keberhasilan dari usaha si tikus. Selang beberapa waktu kemudian, si kucing dan anjing mengabarkan bahwa mereka tidak menemukan Mentiko Betuah kepada Rohib. Namun, alangkah terkejutnya kucing dan anjing, bahwa Mentiko Betuah telah sampai ke tangan Rohib. Kucing dan anjing tau bahwa ini adalah perilaku dari kelicikan tikus. Hingga saat itu, anjing dan kucing menjadi benci terhadap tikus.